STANDAR PELAYANAN KEGAWATAN OBSTETRI DAN NEONATAL
PEMBAHASAN
I.
PERDARAHAN
PADA TRIMESTER III
Adapun yang
termasuk dalam jenis perdarahan trimester III adalah Plasenta Previa dan
Solutio Plasenta.
1.
PLASENTA
PREVIA
Plasenta
Previa adalah plasenta yang tumbuh atau
melekat (implantasi) pada bagian bawah rahim, sehingga bisa menutupi seluruh
atau sebagian jalan lahir. Tanda dan gejala yang paling menonjol adalah
perdarahan yang berwarna merah segar, dari jalan lahir tanpa disertai dengan
rasa nyeri dan sedikit demi sedikit dapat dijumpai berupa flek-flek darah,
sifatnya berulang dan makin lama bisa berubah seperti darah pada waktu haid.
Pada plasenta previa perdarahan makin bertambah seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan ibu. Plasenta
previa biasa terjadi pada usia kehamilan di atas 28 minggu ( 7 bulan). Pada
kasus plasenta previa, bayi tidak dapat lahir secara normal, melainkan harus
melalui sc.
klasifikasi
plasenta previa
didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan
lahir pada waktu tertentu, yaitu:
a. Plasenta
Previa Totalis
Bila plasenta
menutupi seluruh jalan
lahir pada tempat implantasi,
jelas tidak mungkin bayi
dilahirkan in order to vaginam (normal/spontan/biasa),
karena risiko perdarahan
sangat hebat.
b. Plasenta
Previa Parsialis
Bila hanya
sebagian/separuh plasenta
yang menutupi jalan
lahir. Pada tempat implantasi
inipun risiko perdarahan
masih besar dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui pervaginam.
c. Plasenta
Previa Marginalis
Bila hanya
bagian tepi plasenta
yang menutupi jalan
lahir bisa dilahirkan pervaginam tetapi
risiko perdarahan
tetap besar.
d. Low
Lying Placenta (Plasenta Letak Rendah)
Lateralis plasenta,
tempat implantasi
beberapa cm dari tepi jalan
lahir risiko perdarahan
tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan pervaginam dengan aman.
PENANGANAN
Penanganan Pasif
a.
Perhatian tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari
show (perdarahan inisial), harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi apapun.
Baik rektal apalagi vaginal (Eastmon).
b.
Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup belum inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu atau berat badan janin dibawah 2500 gr, maka kehamilan dapat dipertahankan, istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin
atau progesterone, observasi dengan teliti.
c.
Sambil mengawasi periksa golongan darah dan menyiapkan donor transfusi darah, bila memungkinkan kehamilan dipertahakan setua mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.
d.
Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta previa rujuk segera ke rumah sakit dimana tedapat fasilitas operasi
dan transfusi darah.
2.
SELUSIO PLASENTA
Selusio plasenta adalah
terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan palsenta dari tempat implantasinya
yang normal, sebelum waktunya yakni sebelum bayi lahir dan usia kahamilan
diatas 22 minggu.
Akibatnya pasokan oksigen untuk bayi terganggu. Berbeda dengan perdarahan
pada plasenta previa, perdarahan ini
cenderung sedikit-sedikit dan berwarna lebih tua, disertai dengan nyeri perut
yang hebat, perut tegang terus-menerus, dan sering tersembunyi. Rasa nyeri tersebut berasal dari
timbunan darah antara plasenta dan dinding rahim. Solusio Plasenta ini termasuk
dalam kondisi emergensi. Selusio plasenta dapat
menyebabkan anemia, shock hipovolemik, gagal ginjal mendadak pada ibu dan
kematian mendadak pada ibu dan bayi bila pengenalan tanda awal dan
penanganannya terlambat. Bila dijumpai janin masih hidup, maka dilakukan operasi
segera (cito) dan apabila janin sudah meninggal maka diusahakan
persalinan normal.
Klasifikasi Solusio Plasenta
a.
Ringan : perdarahan kurang dari 100 – 200 cc, uterus tidak tegang,
belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/6
bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%.
b.
Sedang : perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda
pra renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta ¼ sampai
2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120 – 150 mg%.
c.
Berat : uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda
renjatan, biasanya janin telah mati, pelepasan plasenta dapat terjadi pada
lebih dari 2/3 bagian permukaan atau keseluruhan bagian permukaan.
PENANGANAN
a. Terapi Medik
ü Tidak terdapat renjatan : usia
gestasi < 36 minggu atau TBJ < 2500 gram.
§ Ringan : terapi konservatif bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi
uterus tidak ada, janin hidup dan keadaan umum ibu baik) dan dapat dilakukan
pemantauan ketat keadaan janin dan ibu. Pasien tirah baring, atasi anemia, USG
dan KTG serial (bila memungkinkan) dan tunggu partus normal. Terapi aktif
dilakukan bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, kontraksi uterus
terus berlangsung, dan dapat mengancam ibu dan atau janin). Bila
perdarahan banyak, skor pelvik < 5 atau persalinan masih lama > 6
jam, lakukan seksio sesarea. Bila partus dapat terjadi < 6 jam, amniotomi
dan infus oksitosin.
§ Sedang / Berat : resusitasi cairan, atasi anemia (transfusi darah), partus pervaginam
bila < 6 jam (amniotomi dan infus oksitosin); bila perkiraan partus > 6
jam, lakukan seksio sesarea.
ü Tidak terdapat renjatan : usia
gestasi ³ 36 minggu atau ³ 2500 gram.
Solusio
plasenta derajat ringan/sedang/berat bila persalinan lebih dari 6 jam, lakukan
seksio sesarea.
ü Terdapat renjatan : Atasi renjatan,
resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila renjatan tidak teratasi,
upayakan tindakan penyelamatan yang optimal. Bila renjatan dapat diatasi,
pertimbangkan untuk seksio sesarea bila janin hidup atau partus lebih lama dari
6 jam.
b. Terapi Bedah
ü Partus per vaginam dengan kala dua
dipercepat.
ü Seksio sesarea atas indikasi medik.
ü Seksio histerektomi bila terdapat
perdarahan postpartum yang tidak dapat diatasi dengan terapi medikamentosa atau
ligasi arteri uterina. Ligasi hipogastrika hanya boleh dilakukan oleh operator
yang kompeten.
II.
PENANGANAN
KEAGAWATAN PADA EKLAMSIA
1.
PENGERTIAN
Eklamsia adalah kejang-kejang pada pre-eklamsia
yang disertai koma. Sebab eklampsia belum diketahui pasti, namun salah
satu teori mengemukakan bahwa eklampsia disebabkan ishaemia rahim dan plasenta
(Ischaemia Utera Placentoe). Selama kehamilan, uterus memerlukan darah lebih
banyak. Pada mola hidotidosa, hidramnian, kehamilan ganda, nultipara, akhir
kehamilan, persalinan, juga penyakit pembuluh darah ibu, diabetes peredaran
darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau
desidua yang menyebabkan vasospesmus dan hipertensi.
2.
PATOLOGI
Pada wanita yang meninggal akibat
eklampsia dikarenakan adanya komplikasi pada hati, otak, retina, paru-paru dan
jantung. Pada keadaan umum dapat ditemukan necrose, haemoragia , edema
Hypernaema atau ishcaemia dan trombhosis.
3.
TANDA DAN GEJALA
Gejala pada eklampsia diawali dengan
timbulnya tanda-tanda preeklampsia yang semakin buruk, seperti : gejala nyeri
kepada di daerah frontal gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium
dan hyperefleksia.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4
tingkat yakni :
a. Tingkat aura
/ awal keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik, mata penderita terbuka tanpa
melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya dan kepada diputar ke
kanan / kiri.
b. Tingkat
kejangan tonik, yang berlangsung kurang lebih 30 detik dalam tingkat ini seluruh
otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan mengggenggam dan kaki
membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah
dapat tergigit.
c. Tingkat
kejangan klonik, berlangsung antara 1-2 menit, spesimustonik tonik menghilang,
semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat, mulut
membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit kembali, bola mata menonjol, dan
mulut keluar ludah yang berbusa muka menunjukkan kongesti dan sianosis.
d. Tingkat
koma, lamanya ketidak sadaran tidak selalu sama secara perlahan-lahan penderita
menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul
serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.
4.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis eklampsia umumnya tidak
mengalami kesukaran. Dengan tanda dan gejala preaklampsia yang disusul oleh
serangan kejang, maka diagnosis eklampsia tidak diragukan lagi.
Eklampsia harus dibedakan dengan :
a. Epilepsi
Dalam anamnesia diketahui adanya
serangan seelum hamil atau pada hamil muda dan tanda preeklampsia tidak ada.
b. Kejang
akibat obat anesthesis
Apabila obat anesthesia locak
tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbil kejang.
c. Koma karena
sebab lain, seperti : Diabetes, perdarahan otak, meningitis dan lain-lain.
d. Diagnosis
eklampsia lebih dari 24 jam harus diwaspadai.
5. KOMPLIKASI
Komplikasi
yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan bayi
hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut adalah beberapa komplikasi
yang ditimbulkan pada preeklampsia berat dan eklampsia :
a.
Solutio Plasenta
Biasanya
terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada
preeclampsia.
b.
Hipofibrinogemia
Kadar fibrin
dalam darah yang menurun.
c.
Hemolisis
Penghancuran
dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma darah yang tidak berwarna
menjadi merah.
d.
Perdarahan Otak
Komplikasi
ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
e.
Kelainan Mata
Kehilangan
penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama seminggu.
f.
Edema Paru
Pada kasus
eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung.
g.
Nekrosis Hati
Nekrosis
periportan pada preeklampsia, eklamsi merupakan akibat vasopasmus anterior
umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia.
h.
Sindrome Hellp
Haemolisis,
elevatea liver anymes dan low platelet.
i.
Kelainan Ginjal
Kelainan
berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan sitoplasma sel endotial
tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul
ialah anuria sampai gagal ginjal.
j.
Komplikasi lain
Lidah
tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang-kejang preumania
aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation).
k.
Prematuritas
Dismaturitas
dan kematian janin intro uteri.
6. TERAPI
Tujuan
Terapi Eklampsia
Ø
Menghentikan berulangnya serangan
kejang
Ø
Menurunkan tensi, dengan vasosporus
Ø
Menawarkan hasmokonsentrasi dan
memperbaiki diveres dengan pemberian glucose 5%-10%
Ø
Mengusahakan supaya O2
cukup dengan mempertahankan kebebasan jalan nafas
a. Penanganan Kejang
·
Beri obat anti konvulsan
·
Perlengkapan untuk penanganan kejang
(jalan nafas, sedeka, sedotan, masker O2 dan tabung O2 )
·
Lindungi pasien dengan keadaan
trauma
·
Aspirasi mulut dan tonggorokkan
·
Baringkan pasien pada posisi kiri,
trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
·
Beri oksigen 4-6 liter / menit
b. Penanganan Umum















III.
PENANGANAN
KEGAWATAN PADA PERTUS LAMA/MACET
1. DEFINISI
Partus macet adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung lama sehingga timbul komplikasi ibu maupun janin (anak). Partus macet merupakan persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primigravida dan atau 18 jam untuk multi gravida.
Partus macet adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung lama sehingga timbul komplikasi ibu maupun janin (anak). Partus macet merupakan persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primigravida dan atau 18 jam untuk multi gravida.
2. ETIOLOGI
Penyebab persalinan lama diantaranya adalah kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan keluaran his dan mengejan, terjadi ketidakseimbangan sefalopelfik, pimpinan persalinan yang salah dan primi tua primer atau sekunder.
Penyebab persalinan lama diantaranya adalah kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan keluaran his dan mengejan, terjadi ketidakseimbangan sefalopelfik, pimpinan persalinan yang salah dan primi tua primer atau sekunder.
3. DIAGNOSIS
a. Keadaan Umum ibu : Dehidrasi, panas,
meteorismus, shock, anemia, oliguri
b. Palpasi : His lemah, gerak janin
tidak ada, janin mudah diraba
c. Auskultasi : Denyut jantung janin,
takikardia, irreguler, negatif (jika janin sudah mati)
d. Pemeriksaan dalam : Keluar air
ketuban yang keruh dan berbau bercamput dengan mekonium. Bagian terendah janin sukar
digerakkan, mudah didorong jika sudah terjadi rupture uteri. Suhu rectal lebih
tinggi 37,50 c.
4. KOMPLIKASI
a.
Ibu
·
Infeksi sampai sepsis
·
Asidosis dengan gangguan elektrolit
·
Dehidrasi, syock, kegagalan fungsi organ-organ
·
Robekan jalan lahir
·
Fistula buli-buli, vagina, rahim dan rectum
b.
Janin
·
Gawat janin dalam rahim sampai meninggal
·
Lahir dalam asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat
otak menetap
·
Trauma persalinan, fraktur clavicula, humerus, femur
5. PENANGANAN
a.
Pada saat merujuk jika ada tanda dan gejala persalinan
macet, gawat janin, atau tanda bahaya pada ibu, maka ibu dibaringkan miring ke
sisi kiri dan berikan cairan IV.
b.
Jika dicurigai adanya ruptur uteri, berikan antibiotika dari
IV.
c.
Bila kondisi ibu / bayi buruk dan pembukaan serviks sudah
lengkap, maka bantu kelahiran bayi dengan ekstraksi vakum.
d.
Bila keterlambatan terjadi sesudah kepala lahir :
·
Lakukan episiotomi.
·
Dengan ibu dalam posisi berbaring telentang, minta ibu
melipat kedua paha, dan menekuk lutut ke arah dada sedekat mungkin ( Manuver Mc
Robert ).
·
Lakukan tarikan kepala curam ke bawah untuk melahirkan bahu
depan.
·
Pada saat melakukan tarikan pada kepala, minta seseorang
untuk melakukan tekanan suprapubis kebawa untuk membantu kelahiran bahu.
IV.
PERSALINAN
DENGAN VAKUM EKSTRAKTOR
1. DEVINISI
Ektraksi Vacum adalah persalinan janin dimana janin dilahirkan dengan
ekstraksi tekanan negative pada kepalanya dengan menggunakan ekstraktor vakum
(ventouse) dari malstrom. Pengaturan
tekanan harus di turunkan secara perlahan-lahan untuk menghindarkan kerusakan
pada kulit kepala, mencegah timbulnya perdarahan pada otak bayi dan supaya
timbul caput succedaneum.
2.
KONTRA INDIKASI
a.
Malpresentasi (dahi, puncak, kepala, muka, bokong).
b.
Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul).
3.
HAL
YANG HARUS DIPERHATIKAN SAAT MELAKUKAN EKSTRASI VAKUM
a. Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubun besar
b. Penurunan tekanan harus berangsur-angsur
c. Cup dengan tekanan negative tidak boleh terpasang lebih
dari ½ jam
d. Penarikan waktu ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada
his dan ibu mengejan
e. Apabila kepala masih agak tinggi (H III) sebaiknya
dipasang cup terbesar (diameter 7 cm)
f. Cup tidak boleh dipasang pada muka bayi
g. Vacum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi premature
4.
BAHAYA-BAHAYA
DARI TINDAKAN EKSTRASI VAKUM
a. Terhadap Ibu
Robekan bibir cervic atau vagina karena terjepit kepala
bayi dan cup
b.
Terhadap Anak
Perdarahan dalam otak. Caput succedaneum artificialis akan
hilang dalam beberapa hari.
5.
MASALAH
YANG SERING TERJADI
a. Gangguan pemenuhan ADL
b. Nyeri akut
c. Resti infeksi
6.
PENANGANAN
a. Gangguan pemenuhan
ADL berhubungan dengan kelemahan
fisik
·
Bimbing pasien
melakukan ROM pasif sebelum melakukan ROM aktif dua kali sehari
·
Ajarkan anggota
keluarga cara-cara untuk membantu dalam ADL
·
Ajarkan pasien atau
keluarga untuk merencanakan atau melakukan ADL
·
Berikan umpan balik
positif untuk pencapaian hal-hal kecil dalam perawatan diri
·
Identifikasi
sumber-sumber dalam sistem dukungan sosial pasien, dan pada masyarakat yang
lebih luas, yang dapat membantu dalam memenuhi ADL diluar batas kemampuan
pasien
b.
Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
·
Berikan informasi
tentang berbagai strategi untuk menambah penurunan rasa nyeri ( relaksasi,
petunjuk imageri )
·
Ajarkan atau awasi
pasien menggunakan strategi yang dipilih untuk menambah penurunan rasa nyeri
·
Ajarkan pasien
untuk memakai daftar harian dari nyeri dan aktifitas untuk menentukan apa yang
mencetuskan atau mengurangi rasa nyeri
·
Memberikan
perhatian terhadap penggunaan bahasa untuk menggambarkan rasa nyeri dan
kedalamannya
c.
Resti infeksi berhubungan dengan luka jahitan perinium
·
Ajarkan pasien untuk
memilih makanan yang tinggi kalori, tinggi protein,
tinggi vitamin.
·
Ikuti
langkah-langkah untuk pencegahan gangguan integritas kulit
·
Cuci tangan selalu
sebelum kontak dengan pasien
·
Ganti pembalut 2
kali sehari
V.
PENANGANAN
RETENSIO PLASENTA
1.
DEFENISI
Retensio placenta adalah
terlambatnya kelahiran placenta selama ½ jam setelah kelahiran bayi. Placenta
harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena
sebagai benda mati, dapat terjadi placenta inkreta, dapat terjadi polip
placenta, dan terjadi degenerasi ganas korikarsinoma.
2.
GEJALA KLINIS
a.
Plasenta belum lahir setelah 30
menit
b.
Perdarahan segera
c.
Uterus kontraksi baik
d.
Tali pusat putus akibat traksi
berlebihan
e.
Inversio uteri akibat tarikan
f.
Perdarahan lanjutan
3.
SEBAB-SEBAB RETENSIO PLASENTA
a. HIS kurang kuat
b. Placenta sukar lepas karena :
·
Tempatnya : insersi disusut tuba
·
Bentuknya : PPlacenta membranacea, placenta anularis
·
Ukurannya
: Placenta
yang sangat kecil
4.
RETENSIO PLACENTA DAN PLACENTA
MANUAL
Placenta manual merupakan tindakan
operasi kebidanan untuk melahirkan retensio placenta yang dilakukan secara
manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya
keluar dari kavum uteri.
Retensio placenta berkaitan dengan :
a. Grandemultipara dengan implantasi
placenta dalam bentuk placenta adhesive, placenta akreta, placenta inkreta dan
placenta perkreta.
b. Mengganggu kontraksi otot rahim dan
menimbulkan perdarahan
c. Retensio placenta tanpa perdarahan
dapat di perkirakan :
·
Darah penderita terlalu banyak hilang
·
Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga
perdarahan banyak terjadi
·
Kemungkinan implantasi placenta terlalu dalam
d. Placenta manual dengan segera
dilakukan :
·
Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang
·
Terjadi perdarahan postpartum ≥ 400 cc
·
Pada pertolongan persalinan dengan narkosa
·
Placenta belum lahir setelah menunggu selama ½ jam
5.
KOMPLIKASI TINDAKAN PLACENTA MANUAL
Tindakan placenta manual dapat
menimbulkan komplikasi sbb :
a. Terjadi perforasi uterus
b. Terjadi infeksi : terdapat sisa
placenta atau membrane dan bacteria terdorong kedalam rahim
c. Terjadi perdarahan karena atonia
uteri
6.
PENANGANAN
a. Pemasangan cairan infuse
b. Mengosongkan kandung kemih atau
lakukan pemasangan kateter
c. Jepit tali pusat dengan klem pada
jarak 5-10 Cm dari vulva, tegangkan dengan 1 tangan sejajar dengan lantai
d. Masukkan tangan ke dalam kavum uteri
secar obstetric dengan menelusuri sisi bawah tali pusat
e. Satelah mencapai serviks, minta
asisten untuk menegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk
menahan fundus
f. Sambil menahan fundus, masukkan
tangan hingga ke kavum uteri sampai mencapai tempat implantasi placenta
g. Bentangkan tangan obstetric menjadi
datar seperti memberi salam
h. Tentukan implantasi placenta,
temukan tepi placenta paling bawah
Bila placenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan ujung jari diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah. Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari tangan diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas.
Bila placenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan ujung jari diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah. Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari tangan diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas.
i.
Setelah ujung jari masuk diantara placenta dan dinding
uterus maka perluas pelepasan placenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan
dan kiri sambil digeserkan keatas hingga semua pelekatan placenta terlepas dari
dinding uterus.
j.
Sementara 1 tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan
eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa placenta yang tertinggal.
k. Pindahkan tangan luar dari fundus ke
supra symfisis kemudian minta asisten untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam
membawa placenta keluar
l.
Lakukan penekanan uterus, kearah dorso cranial setelah
placenta di lahirkan dan tempatkan placenta di dalam wadah yang disediakan
m. Lakukan pemantauan ibu hingga 2 jam
pasca tindakan
n. Segera setelah placenta lahir, lakukan
masase fundus uteri
o. Jika uterus tidak berkontraksi dalam
waktu 15 detik, lakukan KBI, KBE, KBA
VI.
PENANGANAN POSTPARTUM PRIMER
1.
DEVINISI
Perdarahan post partum adalah
perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan
plasenta lahir.
Perdarahan Post partum diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu:
a. Early Postpartum : Terjadi 24 jam
pertama setelah bayi lahir
b. Late Postpartum : Terjadi lebih dari
24 jam pertama setelah bayi lahir
2.
ETIOLOGI
Penyebab umum perdarahan postpartum
adalah:
a.
Atonia Uteri
b.
Retensi Plasenta
c.
Sisa Plasenta dan selaput ketuban
·
Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
·
Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
d.
Trauma jalan lahir
·
Episiotomi yang lebar
·
Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
·
Rupture uteri
e.
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia
/hipofibrinogenemia.
3.
TANDA YANG SERING DIJUMPAI
a.
Perdarahan yang banyak
b.
Solusio plasenta
c.
Kematian janin yang lama dalam kandungan
d.
Pre eklampsia dan eklampsia
e.
Infeksi, hepatitis dan syok septic
f.
Hematoma
g.
Inversi Uterus
h.
Sub involusi Uterus
4.
PENYEBAB
a. Riwayat persalinan yang kurang baik,
misalnya:
·
Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu
·
Grande multipara (lebih dari empat anak)
·
Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun)
·
Bekas operasi Caesar
·
Pernah abortus (keguguran) sebelumnya
b. Hasil pemeriksaan waktu bersalin,
misalnya:
·
Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah
ekstraksi vakum, forsep
·
Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan
kembar, anak besar
·
Uterus yang kelelahan, persalinan lama
·
Uterus yang lembek akibat narkosa
·
Inversi uteri primer dan sekunder
5.
PENANGANAN
a. Bidan terlatih dan terampil dalam
menangani perdarahan post partun termaksud pemberian obat oksitosin dan cairan
IV, kompresi bimanual dan kompresi aorta.
b. Tersedia peralatan / perlengkapan
penting yang diperlukan dalam kondisi DTT / steril.
c. Tersedia obat antibiotika dan oksitosika
serta tempat penyimpanan yang memadai.
d. Tersedia sarana pencatatan: Kartu
Ibu , partograf.
e. Tersedia tansportasi untuk merujuk
ibu direncanakan.
f. Sistem rujukan yang efektif untuk
perawatan kegawatdaruratan obstetri dan fasilitas bank darah berfungsi dengan
baik untuk merawat ibu yang mengalami perdarahan post partum.
VII.
PENANGANAN POST PARTUM SEKUNDER
1.
DEFENISI
Ialah perdarahan lebih dari 500 cc yang
terjadi setelah 24 jam pertama setelah anak lahir, biasanya antara hari ke 5
sampai 15 hari postpartum. Perdarahan postaprtum merupakan penyebab perdarahan
bidang obstetrik yang paling sering sebagai penyebab langsung kematian
maternal, perdarahan psotpartum merupakan ¼ penyebab kematian akibat
perdarahan.
2.
PENANGANAN
a. Tentukan
diagnosa
b. Agar perdarahan
berhenti, uterus harus dibuat berkontraksi dengan masase uterus dan keluarkan
bekuan darah
c. Kosongkan
kandung kemih ibu jika kandung kemih ibu penuh
d. Kaji kondisi
pasien (nadi, TD, warna kulit, kesadaran, tonus, uterus) dan perkirakan
banyaknya darah yang keluar
e. Perbaiki
keadaan umum dengan memasang infus menggunakan cairan normal salin atau natrium
laktat karena cairan tersebut dapat diberikan dengan cepat, maka volume,
tekanan dan sirkulasi darah dapat pertahankan
f. Pada kasus syok
parah, gunakan plasma ekspander atau transfusi darah yang tersedia
g. Kuretase oleh
Dokter
h. Pemberian
uterotonik
i.
Jika ada indikasi bahwa mungkin terjadi
infeksi yang diikuti dengan demam, menggigil, rabas vagina berbau busuk, segera
berikan antibiotika spectrum luas :
·
Benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2
juta IU setiap 6 jam +gentamisin 100 mg stat IM, kemudian 80 mg tiap 8
jam+metronidazol 400 atau 500mg secara oral setiap 8 jam, atau
·
Ampisilin 1 g IV diikuti 500 mg secara
IM setiap 6 jam+metronidazol 400 mg atau 500 mg secara oral setiap 8 jam
·
Jangan pernah meninggalkan pasien
sendiri sampai perdarahan telah terkendali dan kondisi umum lainnya bagus.
VIII.
PENANGANAN SEPSIS PUERPERALIS
1.
DEVINISI
Sepsis puerperalis adalah infeksi
pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap saat, berkaitan dengan pecah
ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau
abortus.
2.
TANDA DAN GEJALA
Ibu biasanya mengalami demam tetapi
mungkin tidak seperti demam pada infeksi klostridial. Ibu dapat mengalami nyeri
pelvik, nyeri tekan di uterus, lokia berbau menyengat (busuk), dan terjadi
suatu keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus. Di sisi laserasi
atau episiotomi akan terasa nyeri, membengkak, dan mengeluarkan cairan
bernanah.
3. FAKTOR
RESIKO
Ada beberapa ibu yang lebih mudah
terkena sepsis puerperalis, misalnya ibu yang mengalami anemia atau kekurangan
gizi atau ibu yang mengalami persalinan lama.
4. PENANGANAN
a.
Saat memberikan pelayanan nifas periksa tanda awal/gejala
infeksi.
b.
Beri penyuluhan kepada ibu, suami. keluarga agar waspada
terhadap tanda/gejala infeksi, dan agar segera mencari pertolongan jika
memungkinkannya.
c.
Jika diduga sepsis, periksa ibu dari kepala sampai kaki
untuk mencari sumber infeksi.
d.
Jika uterus nyeri, pengecilan uterus lambat, atau terdapat
perdarahan pervaginam, mulai berikan infus Ringer Laktat, rujuk ibu segera ke
RS (ibu perlu diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya sisa jaringan
placenta).
e.
Jika kondisinya gawat dan terdapat tanda/gejala septik syok
dan terjadi dehidrasi, beri cairan IV dan antibiotika sesuai dengan ketentuan.
Rujuk ibu ke RS.
f.
Jika hanya sepsis ringan, ibu tidak terlalu lemah dan sulit
merujuk berikan antibiotika.
g.
Pastikan bahwa ibu/bayi dirawat terpisah/jauh dari anggota
keluarga lainnya, sampai infeksi teratasi.
IX.
PENANGANAN ASFIKSIA NEONATORUM
1. DEVINISI
Asfiksia
neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam
darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (PaCO2 meningkat) dan asidosis.
2. ETIOLOGI
a.
Faktor neonatus
·
Hipoksia ibu
·
Gangguan aliran
darah uterus
b.
Faktor plasenta
c.
Faktor fetus
d.
Faktor ibu
3. PATOFISIOLOGI
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
4. GEJALA KLINIK
Bayi tidak
bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
Manifestasi
Klinis :
a.
Serangan jantung
b.
Factor hemorragis
c.
Sianosis dan
kongestif
d.
Penemuan jalan
napas
5. DIAGNOSIS
Anamnesa : gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak
bernafas/menangis.
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan fisik :
NILAI APGAR
|
|||
KLINIS
|
0
|
1
|
2
|
Detak
jantung
|
-
|
<100
x/menit
|
>100
x/menit
|
Pernafasan
|
-
|
Tidak
teratur
|
Tangis
kuat
|
Refleks
|
-
|
Lemah
|
Positif
|
Tonus
otot
|
Fleksi
ekstrimitas
|
Lemah
|
Gerak
aktif
|
Warna
kulit
|
Biru
|
Pucat
|
Merah
muda
|
nilai 0-3 : asfiksia berat
nilai 4-6 :
asfiksia sedang
nilai 7-10 :
normal
6.
PENANGANAN
a. Segera setelah bayi lahir, nilai
keadaan bayi, letakkan di perut ibu dan segera keringkan bayi dengan handuk
bersih yang hangat.
b. Nilai bayi dengan cepat untuk
memastikan bahwa bayi bernafas/menangis sebelum menit pertama nilai APGAR, jika
bayi tidak menangis dengan keras, bernafas dengan lemah atau bernafas cepat
dangkal, pucat atau biru dan / atau lemas.
c. Baringkan terlentang dengan benar
pada permukaan yang datar, posisi kepala ekstensi.
d. Hisap mulut dan kemudian hidung bayi
dengan penghisap DeLee DTT / steril.
e. Berikan stimulasi taktil dengan
lembut pada bayi. Apabila bayi tetap tidak bernafas dengan normal atau
menangis, teruskan dengan ventilasi.
f. Melakuan ventilasi pada bayi baru
lahir :
·
Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan, nilai dengan
cepat apakah bayi bernafas spontan dan tidak ada pelekukan dada atau dengkuran,
tidak diperlukan resusitasi lebih lanjut.
·
Lanjutkan ventilasi sampai tiba di tempat rujukan, atau
sampai keadaan bayi membaik atau selama 30 menit.
g. Kompresi dada :
·
Jika memungkinkan, dua tenaga kesehatan diperlukan untuk
melakukan ventilasi dan kompresi dada.
·
Kebanyakan bayi akan membaik hanya dengan ventilasi.
h. Harus berhati – hati pada saat
melakukan kompresi dada, tulang rusuk bayi masih peka dan mudah patah, jantung
dan paru – paru nya mudah terluka.
i.
Lakukan tekanan pada jantung dengan cara meletakkan kedua
jari tepat dibawah garis puting bayi di tengah dada. Dengan jari – jari lurus,
tekan dada sedalam 1 – 1,5 cm.
j.
Setelah bayi bernafas dengan normal, periksa suhu, jika
dibawah 365 0C, atau punggung sangat hangat, lakukan
penghangatan yang memadai, ikuti standar 13.
k. Jika kondisinya memburuk, rujuk ke
fasilitas rujukan terdekat, dengan tetap melakukan penghangatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar