Minggu, 06 Juli 2014

standar pelayanan kegawatdaruratan



STANDAR PELAYANAN KEGAWATAN OBSTETRI DAN NEONATAL
PEMBAHASAN

I.                   PERDARAHAN PADA TRIMESTER III
Adapun yang termasuk dalam jenis perdarahan trimester III adalah Plasenta Previa dan Solutio Plasenta.
1.      PLASENTA PREVIA
Plasenta Previa  adalah plasenta yang tumbuh atau melekat (implantasi) pada bagian bawah rahim, sehingga bisa menutupi seluruh atau sebagian jalan lahir. Tanda dan gejala yang paling menonjol adalah perdarahan yang berwarna merah segar, dari jalan lahir tanpa disertai dengan rasa nyeri dan sedikit demi sedikit dapat dijumpai berupa flek-flek darah, sifatnya berulang dan makin lama bisa berubah seperti darah pada waktu haid. Pada plasenta previa perdarahan makin bertambah seiring dengan bertambahnya usia kehamilan ibu. Plasenta previa biasa terjadi pada usia kehamilan di atas 28 minggu ( 7 bulan). Pada kasus plasenta previa, bayi tidak dapat lahir secara normal, melainkan harus melalui sc.

klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, yaitu:
a.       Plasenta Previa Totalis
Bila plasenta menutupi seluruh jalan lahir pada tempat implantasi, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan in order to vaginam (normal/spontan/biasa), karena risiko perdarahan sangat hebat.
b.      Plasenta Previa Parsialis
Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi jalan lahir. Pada tempat implantasi inipun risiko perdarahan masih besar dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui pervaginam.


c.       Plasenta Previa Marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir bisa dilahirkan pervaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar.
d.      Low Lying Placenta (Plasenta Letak Rendah)
Lateralis plasenta, tempat implantasi beberapa cm dari tepi jalan lahir risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan pervaginam dengan aman.








PENANGANAN
Penanganan Pasif
a.       Perhatian tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi apapun. Baik rektal apalagi vaginal (Eastmon).
b.      Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup belum inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu atau berat badan janin dibawah 2500 gr, maka kehamilan dapat dipertahankan, istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin atau progesterone, observasi dengan teliti.
c.       Sambil mengawasi periksa golongan darah dan menyiapkan donor transfusi darah, bila memungkinkan kehamilan dipertahakan setua mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.
d.      Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta previa rujuk segera ke rumah sakit dimana tedapat fasilitas operasi dan transfusi darah.
e.       Bila kekurangan darah, berikanlah transfusi darah dan obat-obatan penambah darah.

2.      SELUSIO PLASENTA
Selusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan palsenta dari tempat implantasinya yang normal, sebelum waktunya yakni sebelum bayi lahir dan usia kahamilan diatas 22 minggu. Akibatnya pasokan oksigen untuk bayi terganggu. Berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa, perdarahan ini cenderung sedikit-sedikit dan berwarna lebih tua, disertai dengan nyeri perut yang hebat, perut tegang terus-menerus, dan sering tersembunyi. Rasa nyeri tersebut berasal dari timbunan darah antara plasenta dan dinding rahim. Solusio Plasenta ini termasuk dalam kondisi emergensi. Selusio plasenta dapat menyebabkan anemia, shock hipovolemik, gagal ginjal mendadak pada ibu dan kematian mendadak pada ibu dan bayi bila pengenalan tanda awal dan penanganannya terlambat. Bila dijumpai janin masih hidup, maka dilakukan operasi segera (cito) dan apabila janin sudah meninggal maka diusahakan persalinan normal.

Klasifikasi Solusio Plasenta
a.      Ringan : perdarahan kurang dari 100 – 200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%.
b.      Sedang : perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pra renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta ¼ sampai 2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120 – 150 mg%.
c.       Berat : uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, biasanya janin telah mati, pelepasan plasenta dapat terjadi pada lebih dari 2/3 bagian permukaan atau keseluruhan bagian permukaan.







PENANGANAN
a.      Terapi Medik
ü  Tidak terdapat renjatan : usia gestasi < 36 minggu atau TBJ < 2500 gram.
§  Ringan : terapi konservatif bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin hidup dan keadaan umum ibu baik) dan dapat dilakukan pemantauan ketat keadaan janin dan ibu. Pasien tirah baring, atasi anemia, USG dan KTG serial (bila memungkinkan) dan tunggu partus normal. Terapi aktif dilakukan bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, kontraksi uterus terus berlangsung, dan dapat mengancam ibu dan atau janin). Bila perdarahan banyak, skor pelvik < 5 atau persalinan masih lama > 6 jam, lakukan seksio sesarea. Bila partus dapat terjadi < 6 jam, amniotomi dan infus oksitosin.
§  Sedang / Berat : resusitasi cairan, atasi anemia (transfusi darah), partus pervaginam bila < 6 jam (amniotomi dan infus oksitosin); bila perkiraan partus > 6 jam, lakukan seksio sesarea.
ü  Tidak terdapat renjatan : usia gestasi ³ 36 minggu atau ³ 2500 gram.
Solusio plasenta derajat ringan/sedang/berat bila persalinan lebih dari 6 jam, lakukan seksio sesarea.
ü  Terdapat renjatan : Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang optimal. Bila renjatan dapat diatasi, pertimbangkan untuk seksio sesarea bila janin hidup atau partus lebih lama dari 6 jam.
b.      Terapi Bedah
ü  Partus per vaginam dengan kala dua dipercepat.
ü  Seksio sesarea atas indikasi medik.
ü  Seksio histerektomi bila terdapat perdarahan postpartum yang tidak dapat diatasi dengan terapi medikamentosa atau ligasi arteri uterina. Ligasi hipogastrika hanya boleh dilakukan oleh operator yang kompeten.



II.                PENANGANAN KEAGAWATAN PADA EKLAMSIA
1.      PENGERTIAN
Eklamsia adalah kejang-kejang pada pre-eklamsia yang disertai koma. Sebab eklampsia belum diketahui pasti, namun salah satu teori mengemukakan bahwa eklampsia disebabkan ishaemia rahim dan plasenta (Ischaemia Utera Placentoe). Selama kehamilan, uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada mola hidotidosa, hidramnian, kehamilan ganda, nultipara, akhir kehamilan, persalinan, juga penyakit pembuluh darah ibu, diabetes peredaran darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau desidua yang menyebabkan vasospesmus dan hipertensi.

2.      PATOLOGI
Pada wanita yang meninggal akibat eklampsia dikarenakan adanya komplikasi pada hati, otak, retina, paru-paru dan jantung. Pada keadaan umum dapat ditemukan necrose, haemoragia , edema Hypernaema atau ishcaemia dan trombhosis.

3.      TANDA DAN GEJALA
Gejala pada eklampsia diawali dengan timbulnya tanda-tanda preeklampsia yang semakin buruk, seperti : gejala nyeri kepada di daerah frontal gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium dan hyperefleksia.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat yakni :
a.       Tingkat aura / awal keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik, mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya dan kepada diputar ke kanan / kiri.
b.      Tingkat kejangan tonik, yang berlangsung kurang lebih 30 detik dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan mengggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
c.       Tingkat kejangan klonik, berlangsung antara 1-2 menit, spesimustonik tonik menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat, mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit kembali, bola mata menonjol, dan mulut keluar ludah yang berbusa muka menunjukkan kongesti dan sianosis.
d.      Tingkat koma, lamanya ketidak sadaran tidak selalu sama secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.

4.      DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan tanda dan gejala preaklampsia yang disusul oleh serangan kejang, maka diagnosis eklampsia tidak diragukan lagi.
Eklampsia harus dibedakan dengan :
a.       Epilepsi
Dalam anamnesia diketahui adanya serangan seelum hamil atau pada hamil muda dan tanda preeklampsia tidak ada.
b.      Kejang akibat obat anesthesis
Apabila obat anesthesia locak tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbil kejang.
c.       Koma karena sebab lain, seperti : Diabetes, perdarahan otak, meningitis dan lain-lain.
d.      Diagnosis eklampsia lebih dari 24 jam harus diwaspadai.

5.      KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia berat dan eklampsia :
a.       Solutio Plasenta
Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeclampsia.
b.      Hipofibrinogemia
Kadar fibrin dalam darah yang menurun.
c.       Hemolisis
Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah.
d.      Perdarahan Otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.

e.       Kelainan Mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama seminggu.
f.       Edema Paru
Pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung.
g.      Nekrosis Hati
Nekrosis periportan pada preeklampsia, eklamsi merupakan akibat vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia.
h.      Sindrome Hellp
Haemolisis, elevatea liver anymes dan low platelet.
i.        Kelainan Ginjal
Kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j.        Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang-kejang preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation).
k.      Prematuritas
Dismaturitas dan kematian janin intro uteri.

6.      TERAPI
Tujuan Terapi Eklampsia
Ø  Menghentikan berulangnya serangan kejang
Ø  Menurunkan tensi, dengan vasosporus
Ø  Menawarkan hasmokonsentrasi dan memperbaiki diveres dengan pemberian glucose 5%-10%
Ø  Mengusahakan supaya O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan jalan nafas

a.      Penanganan Kejang
·         Beri obat anti konvulsan
·         Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan, masker O2 dan tabung O2 )
·         Lindungi pasien dengan keadaan trauma
·         Aspirasi mulut dan tonggorokkan
·         Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
·         Beri oksigen 4-6 liter / menit

b.      Penanganan Umum
*      Jika tekanan diastolic > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg.
*      Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)
*      Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
*      Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuric
*      Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam
*       Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam
*      Pantau kemungkinan oedema paru
*      Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
*      Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam
*      Aliskuitasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru hentikan pemberian cairan dan berikan diuretic
*      Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside
*      Dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV sebagai larutan 20%, selama 5 menit. Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr 1ml dengan 1 ml lignokain 2% (dalam setopril yang sama) pasien akan merasa agar panas sewaktu pemberian MgSO4
*      Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr + lignokain 2% (1ml) 1 m setiap 4 jam kemudian dilanjutkan sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir
*      Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16 / menit. Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml / jam dalam 4 jam terakhir
*      Siapkan antidotlim jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri kalsium glukonat 2 gr ( 20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan lahan sampai pernafasan mulai lagi.

III.             PENANGANAN KEGAWATAN PADA PERTUS LAMA/MACET
1.      DEFINISI
Partus macet adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung lama sehingga timbul komplikasi ibu maupun janin (anak). Partus macet merupakan persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primigravida dan atau 18 jam untuk multi gravida.

2.      ETIOLOGI
Penyebab persalinan lama diantaranya adalah kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan keluaran his dan mengejan, terjadi ketidakseimbangan sefalopelfik, pimpinan persalinan yang salah dan primi tua primer atau sekunder.

3.      DIAGNOSIS
a.      Keadaan Umum ibu : Dehidrasi, panas, meteorismus, shock, anemia, oliguri
b.      Palpasi : His lemah, gerak janin tidak ada, janin mudah diraba
c.       Auskultasi : Denyut jantung janin, takikardia, irreguler, negatif (jika janin sudah mati)
d.      Pemeriksaan dalam : Keluar air ketuban yang keruh dan berbau bercamput dengan mekonium. Bagian terendah janin sukar digerakkan, mudah didorong jika sudah terjadi rupture uteri. Suhu rectal lebih tinggi 37,50 c.

4.      KOMPLIKASI
a.     Ibu
·         Infeksi sampai sepsis
·         Asidosis dengan gangguan elektrolit
·         Dehidrasi, syock, kegagalan fungsi organ-organ
·         Robekan jalan lahir
·         Fistula buli-buli, vagina, rahim dan rectum
b.     Janin
·         Gawat janin dalam rahim sampai meninggal
·         Lahir dalam asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat otak menetap
·         Trauma persalinan, fraktur clavicula, humerus, femur

5.      PENANGANAN
a.       Pada saat merujuk jika ada tanda dan gejala persalinan macet, gawat janin, atau tanda bahaya pada ibu, maka ibu dibaringkan miring ke sisi kiri dan berikan cairan IV.
b.      Jika dicurigai adanya ruptur uteri, berikan antibiotika dari IV.
c.       Bila kondisi ibu / bayi buruk dan pembukaan serviks sudah lengkap, maka bantu kelahiran bayi dengan ekstraksi vakum.
d.      Bila keterlambatan terjadi sesudah kepala lahir :
·         Lakukan episiotomi.
·         Dengan ibu dalam posisi berbaring telentang, minta ibu melipat kedua paha, dan menekuk lutut ke arah dada sedekat mungkin ( Manuver Mc Robert ).
·         Lakukan tarikan kepala curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan.
·         Pada saat melakukan tarikan pada kepala, minta seseorang untuk melakukan tekanan suprapubis kebawa untuk membantu kelahiran bahu.



IV.             PERSALINAN DENGAN VAKUM EKSTRAKTOR
1.      DEVINISI
Ektraksi  Vacum adalah persalinan janin dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi tekanan negative pada kepalanya dengan menggunakan ekstraktor vakum (ventouse) dari malstrom. Pengaturan tekanan harus di turunkan secara perlahan-lahan untuk menghindarkan kerusakan pada kulit kepala, mencegah timbulnya perdarahan pada otak bayi dan supaya timbul caput succedaneum.

2.      KONTRA INDIKASI
a.      Malpresentasi (dahi, puncak, kepala, muka, bokong).
b.      Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul).

3.      HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN SAAT MELAKUKAN EKSTRASI VAKUM
a.       Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubun besar
b.      Penurunan tekanan harus berangsur-angsur
c.       Cup dengan tekanan negative tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam
d.      Penarikan waktu ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada his dan ibu mengejan
e.       Apabila kepala masih agak tinggi (H III) sebaiknya dipasang cup terbesar (diameter 7 cm)
f.       Cup tidak boleh dipasang pada muka bayi
g.      Vacum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi premature

4.      BAHAYA-BAHAYA DARI TINDAKAN EKSTRASI VAKUM
a.      Terhadap Ibu
Robekan bibir cervic atau vagina karena terjepit kepala bayi dan cup
b.      Terhadap Anak
Perdarahan dalam otak. Caput succedaneum artificialis akan hilang dalam beberapa hari.

5.      MASALAH YANG SERING TERJADI
a.       Gangguan pemenuhan ADL
b.      Nyeri akut
c.       Resti infeksi

6.      PENANGANAN
a.      Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik
·         Bimbing pasien melakukan ROM pasif sebelum melakukan ROM aktif dua kali sehari
·         Ajarkan anggota keluarga cara-cara untuk membantu dalam ADL
·         Ajarkan pasien atau keluarga untuk merencanakan atau melakukan ADL
·         Berikan umpan balik positif untuk pencapaian hal-hal kecil dalam perawatan diri
·         Identifikasi sumber-sumber dalam sistem dukungan sosial pasien, dan pada masyarakat yang lebih luas, yang dapat membantu dalam memenuhi ADL diluar batas kemampuan pasien

b.      Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
·         Berikan informasi tentang berbagai strategi untuk menambah penurunan rasa nyeri ( relaksasi, petunjuk imageri )
·         Ajarkan atau awasi pasien menggunakan strategi yang dipilih untuk menambah penurunan rasa nyeri
·         Ajarkan pasien untuk memakai daftar harian dari nyeri dan aktifitas untuk menentukan apa yang mencetuskan atau mengurangi rasa nyeri
·         Memberikan perhatian terhadap penggunaan bahasa untuk menggambarkan rasa nyeri dan kedalamannya





c.       Resti infeksi berhubungan dengan luka jahitan perinium
·         Ajarkan pasien untuk memilih makanan yang tinggi kalori, tinggi protein, tinggi vitamin.
·         Ikuti langkah-langkah untuk pencegahan gangguan integritas kulit
·         Cuci tangan selalu sebelum kontak dengan pasien
·         Ganti pembalut 2 kali sehari

V.                PENANGANAN RETENSIO PLASENTA
1.      DEFENISI
Retensio placenta adalah terlambatnya kelahiran placenta selama ½ jam setelah kelahiran bayi. Placenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi placenta inkreta, dapat terjadi polip placenta, dan terjadi degenerasi ganas korikarsinoma.

2.      GEJALA KLINIS
a.       Plasenta belum lahir setelah 30 menit
b.      Perdarahan segera
c.       Uterus kontraksi baik
d.      Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
e.       Inversio uteri akibat tarikan
f.       Perdarahan lanjutan

3.      SEBAB-SEBAB RETENSIO PLASENTA
a.       HIS kurang kuat
b.      Placenta sukar lepas karena :
·         Tempatnya : insersi disusut tuba
·         Bentuknya : PPlacenta membranacea, placenta anularis
·          Ukurannya : Placenta yang sangat kecil



4.      RETENSIO PLACENTA DAN PLACENTA MANUAL
Placenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio placenta yang dilakukan secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
Retensio placenta berkaitan dengan :
a.       Grandemultipara dengan implantasi placenta dalam bentuk placenta adhesive, placenta akreta, placenta inkreta dan placenta perkreta.
b.      Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan
c.       Retensio placenta tanpa perdarahan dapat di perkirakan :
·         Darah penderita terlalu banyak hilang
·         Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan banyak terjadi
·         Kemungkinan implantasi placenta terlalu dalam
d.      Placenta manual dengan segera dilakukan :
·         Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang
·         Terjadi perdarahan postpartum ≥ 400 cc
·         Pada pertolongan persalinan dengan narkosa
·         Placenta belum lahir setelah menunggu selama ½ jam

5.      KOMPLIKASI TINDAKAN PLACENTA MANUAL
Tindakan placenta manual dapat menimbulkan komplikasi sbb :
a.       Terjadi perforasi uterus
b.      Terjadi infeksi : terdapat sisa placenta atau membrane dan bacteria terdorong kedalam rahim
c.       Terjadi perdarahan karena atonia uteri

6.      PENANGANAN
a.       Pemasangan cairan infuse
b.      Mengosongkan kandung kemih atau lakukan pemasangan kateter
c.       Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 Cm dari vulva, tegangkan dengan 1 tangan sejajar dengan lantai
d.      Masukkan tangan ke dalam kavum uteri secar obstetric dengan menelusuri sisi bawah tali pusat
e.       Satelah mencapai serviks, minta asisten untuk menegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus
f.       Sambil menahan fundus, masukkan tangan hingga ke kavum uteri sampai mencapai tempat implantasi placenta
g.      Bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti memberi salam
h.      Tentukan implantasi placenta, temukan tepi placenta paling bawah
Bila placenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan ujung jari diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah. Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari tangan diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas.
i.        Setelah ujung jari masuk diantara placenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan placenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan keatas hingga semua pelekatan placenta terlepas dari dinding uterus.
j.        Sementara 1 tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa placenta yang tertinggal.
k.      Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra symfisis kemudian minta asisten untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa placenta keluar
l.        Lakukan penekanan uterus, kearah dorso cranial setelah placenta di lahirkan dan tempatkan placenta di dalam wadah yang disediakan
m.    Lakukan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan
n.      Segera setelah placenta lahir, lakukan masase fundus uteri
o.      Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan KBI, KBE, KBA





VI.             PENANGANAN POSTPARTUM PRIMER
1.      DEVINISI
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a.       Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
b.      Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir

2.      ETIOLOGI
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
a.       Atonia Uteri
b.      Retensi Plasenta
c.       Sisa Plasenta dan selaput ketuban
·         Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
·         Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
d.      Trauma jalan lahir
·         Episiotomi yang lebar
·         Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
·         Rupture uteri
e.       Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.

3.      TANDA YANG SERING DIJUMPAI
a.       Perdarahan yang banyak
b.      Solusio plasenta
c.       Kematian janin yang lama dalam kandungan
d.      Pre eklampsia dan eklampsia
e.       Infeksi, hepatitis dan syok septic
f.       Hematoma
g.       Inversi Uterus
h.      Sub involusi Uterus

4.      PENYEBAB
a.       Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
·         Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu
·         Grande multipara (lebih dari empat anak)
·         Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun)
·         Bekas operasi Caesar
·         Pernah abortus (keguguran) sebelumnya
b.      Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
·         Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep
·         Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar
·         Uterus yang kelelahan, persalinan lama
·         Uterus yang lembek akibat narkosa
·         Inversi uteri primer dan sekunder

5.      PENANGANAN
a.       Bidan terlatih dan terampil dalam menangani perdarahan post partun termaksud pemberian obat oksitosin dan cairan IV, kompresi bimanual dan kompresi aorta.
b.      Tersedia peralatan / perlengkapan penting yang diperlukan dalam kondisi DTT / steril.
c.       Tersedia obat antibiotika dan oksitosika serta tempat penyimpanan yang memadai.
d.      Tersedia sarana pencatatan: Kartu Ibu , partograf.
e.       Tersedia tansportasi untuk merujuk ibu direncanakan.
f.       Sistem rujukan yang efektif untuk perawatan kegawatdaruratan obstetri dan fasilitas bank darah berfungsi dengan baik untuk merawat ibu yang mengalami perdarahan post partum.


VII.          PENANGANAN POST PARTUM SEKUNDER
1.      DEFENISI
Ialah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah 24 jam pertama setelah anak lahir, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 hari postpartum. Perdarahan postaprtum merupakan penyebab perdarahan bidang obstetrik yang paling sering sebagai penyebab langsung kematian maternal, perdarahan psotpartum merupakan ¼ penyebab kematian akibat perdarahan.

2.      PENANGANAN
a.       Tentukan diagnosa
b.      Agar perdarahan berhenti, uterus harus dibuat berkontraksi dengan masase uterus dan keluarkan bekuan darah
c.       Kosongkan kandung kemih ibu jika kandung kemih ibu penuh
d.      Kaji kondisi pasien (nadi, TD, warna kulit, kesadaran, tonus, uterus) dan perkirakan banyaknya darah yang keluar
e.       Perbaiki keadaan umum dengan memasang infus menggunakan cairan normal salin atau natrium laktat karena cairan tersebut dapat diberikan dengan cepat, maka volume, tekanan dan sirkulasi darah dapat pertahankan
f.       Pada kasus syok parah, gunakan plasma ekspander atau transfusi darah yang tersedia
g.      Kuretase oleh Dokter
h.      Pemberian uterotonik
i.        Jika ada indikasi bahwa mungkin terjadi infeksi yang diikuti dengan demam, menggigil, rabas vagina berbau busuk, segera berikan antibiotika spectrum luas :
·         Benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU setiap 6 jam +gentamisin 100 mg stat IM, kemudian 80 mg tiap 8 jam+metronidazol 400 atau 500mg secara oral setiap 8 jam, atau
·         Ampisilin 1 g IV diikuti 500 mg secara IM setiap 6 jam+metronidazol 400 mg atau 500 mg secara oral setiap 8 jam
·         Jangan pernah meninggalkan pasien sendiri sampai perdarahan telah terkendali dan kondisi umum lainnya bagus.

VIII.       PENANGANAN SEPSIS PUERPERALIS
1.      DEVINISI
Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap saat, berkaitan dengan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus.

2.      TANDA DAN GEJALA
Ibu biasanya mengalami demam tetapi mungkin tidak seperti demam pada infeksi klostridial. Ibu dapat mengalami nyeri pelvik, nyeri tekan di uterus, lokia berbau menyengat (busuk), dan terjadi suatu keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus. Di sisi laserasi atau episiotomi akan terasa nyeri, membengkak, dan mengeluarkan cairan bernanah.

3.      FAKTOR RESIKO
Ada beberapa ibu yang lebih mudah terkena sepsis puerperalis, misalnya ibu yang mengalami anemia atau kekurangan gizi atau ibu yang mengalami persalinan lama.

4.      PENANGANAN
a.       Saat memberikan pelayanan nifas periksa tanda awal/gejala infeksi.
b.      Beri penyuluhan kepada ibu, suami. keluarga agar waspada terhadap tanda/gejala infeksi, dan agar segera mencari pertolongan jika memungkinkannya.
c.       Jika diduga sepsis, periksa ibu dari kepala sampai kaki untuk mencari sumber infeksi.
d.      Jika uterus nyeri, pengecilan uterus lambat, atau terdapat perdarahan pervaginam, mulai berikan infus Ringer Laktat, rujuk ibu segera ke RS (ibu perlu diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya sisa jaringan placenta).
e.       Jika kondisinya gawat dan terdapat tanda/gejala septik syok dan terjadi dehidrasi, beri cairan IV dan antibiotika sesuai dengan ketentuan. Rujuk ibu ke RS.
f.       Jika hanya sepsis ringan, ibu tidak terlalu lemah dan sulit merujuk berikan antibiotika.
g.      Pastikan bahwa ibu/bayi dirawat terpisah/jauh dari anggota keluarga lainnya, sampai infeksi teratasi.

IX.             PENANGANAN ASFIKSIA NEONATORUM
1.      DEVINISI
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (PaCO2 meningkat) dan asidosis.

2.      ETIOLOGI
a.        Faktor neonatus
·         Hipoksia ibu
·         Gangguan aliran darah uterus
b.       Faktor plasenta
c.        Faktor fetus
d.       Faktor ibu

3.      PATOFISIOLOGI
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.





4.      GEJALA KLINIK
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
Manifestasi Klinis :
a.        Serangan jantung
b.       Factor hemorragis
c.        Sianosis dan kongestif
d.       Penemuan jalan napas

5.      DIAGNOSIS
Anamnesa : gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.
Pemeriksaan fisik :
NILAI APGAR
KLINIS
0
1
2
Detak jantung
-
<100 x/menit
>100 x/menit
Pernafasan
-
Tidak teratur
Tangis kuat
Refleks
-
Lemah
Positif
Tonus otot
Fleksi ekstrimitas
Lemah
Gerak aktif
Warna kulit
Biru
Pucat
Merah muda

nilai
    0-3       : asfiksia berat
nilai     4-6       : asfiksia sedang
nilai     7-10     : normal

6.      PENANGANAN
a.       Segera setelah bayi lahir, nilai keadaan bayi, letakkan di perut ibu dan segera keringkan bayi dengan handuk bersih yang hangat.
b.      Nilai bayi dengan cepat untuk memastikan bahwa bayi bernafas/menangis sebelum menit pertama nilai APGAR, jika bayi tidak menangis dengan keras, bernafas dengan lemah atau bernafas cepat dangkal, pucat atau biru dan / atau lemas.
c.       Baringkan terlentang dengan benar pada permukaan yang datar, posisi kepala ekstensi.
d.      Hisap mulut dan kemudian hidung bayi dengan penghisap DeLee DTT / steril.
e.       Berikan stimulasi taktil dengan lembut pada bayi. Apabila bayi tetap tidak bernafas dengan normal atau menangis, teruskan dengan ventilasi.
f.       Melakuan ventilasi pada bayi baru lahir :
·         Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan, nilai dengan cepat apakah bayi bernafas spontan dan tidak ada pelekukan dada atau dengkuran, tidak diperlukan resusitasi lebih lanjut.
·         Lanjutkan ventilasi sampai tiba di tempat rujukan, atau sampai keadaan bayi membaik atau selama 30 menit.
g.      Kompresi dada :
·         Jika memungkinkan, dua tenaga kesehatan diperlukan untuk melakukan ventilasi dan kompresi dada.
·         Kebanyakan bayi akan membaik hanya dengan ventilasi.
h.      Harus berhati – hati pada saat melakukan kompresi dada, tulang rusuk bayi masih peka dan mudah patah, jantung dan paru – paru nya mudah terluka.
i.        Lakukan tekanan pada jantung dengan cara meletakkan kedua jari tepat dibawah garis puting bayi di tengah dada. Dengan jari – jari lurus, tekan dada sedalam 1 – 1,5 cm.
j.        Setelah bayi bernafas dengan normal, periksa suhu, jika dibawah  365 0C, atau punggung sangat hangat, lakukan penghangatan yang memadai, ikuti standar 13.
k.      Jika kondisinya memburuk, rujuk ke fasilitas rujukan terdekat, dengan tetap melakukan penghangatan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar